Merajut Jaring-Jaring Inovasi ‘Pakan Ternak Fermentasi’

Para peternak membuat pakan ternak fermentasi sebagai solusi pakan alternatif tanpa ngarit (Dokumentasi pribadi/Visista P. Ashadi)

Pagi-pagi benar seorang pemuda dari ‘Bumi Seganti Setungguan’ bergegas menuju ke kandang kambing dan ayam di samping rumahnya. Tak seperti peternak pada umumnya yang harus ngarit untuk memberi pakan kambingnya atau membeli pakan yang mahal untuk ayamnya, Ia justru membuat pakan sendiri untuk ternak-ternaknya.

Namanya Visista Pratama Ashadi (29), seorang inovator sekaligus penyuluh peternakan di Kabupaten Lahat. Pakan ternak fermentasi yang telah dibuatnya sejak seminggu yang lalu menjadikan pagi hari Visista tidak terlalu sibuk. Ia memanfaatkan waktu di pagi hari untuk berkomunikasi dengan peternak binaannya dan menyiapkan project-project yang akan dikerjakannya hari ini.


Visista Pratama Ashadi memperlihatkan kambing yang diberi pakan ternak fermentasi buatannya sendiri (sumsel.tribunnews.com/Sripoku/Ehdi)

“Kalau saja setiap peternak memiliki lebih banyak waktu untuk mengembangkan diri, tentu produktivitas ternak Indonesia akan jauh lebih baik,” ujarnya sambil menyeruput kopi.

Ingatannya kembali pada kenangan tiga tahun yang lalu, saat Ia membuat pakan ternak fermentasi untuk pertama kali. Kemarau panjang hingga delapan bulan pada 2018 membuat Visista harus memutar otak mencari pakan alternatif untuk ternak warga binaannya. Sudah hampir setahun Ia mengabdikan diri di Kecamatan Gempol, Pasuruan, Jawa Timur. Namun, baru kali ini Ia merasakan sulitnya mencari pakan untuk ternak.

“Sekarang nyari rumput udah susah, Mas. Biasanya Saya ngarit di dekat rumah, tapi sekarang harus cari ke desa tetangga yang lebih jauh, abis waktu di jalan jadinya.” keluh salah satu warga kepadanya.

Sistem ngarit yang biasa dilakukan sejak dahulu oleh para peternak memang memiliki beberapa kekurangan, salah satunya yaitu ketersediaan rumput yang sangat tergantung pada kondisi alam. Padahal, ternak juga seperti manusia yang membutuhkan makan setiap hari agar bisa sehat dan produktif.

Saat musim kemarau, mencari rumput ibarat mencari jarum ditumpukan jerami, sangat sulit ditemui. Sementara pada musim penghujan meskipun rumput tumbuh subur, namun orang-orang tidak memiliki banyak kesempatan untuk mengambilnya. Bukannya menguntungkan, pakan hijauan yang basah seringkali justru membuat ternak kembung dan diare, sehingga membuat para peternak kian merugi.

Selain faktor alam, dampak alih fungsi lahan juga amat dirasakan oleh para peternak. Lahan-lahan hijau yang berubah menjadi gedung dan perumahan membuat mereka kesulitan mencari pakan untuk ternaknya. Alhasil kambing menjadi kurus dan rentan terserang penyakit.

“Saya hanya ingin meringankan pekerjaan peternak, biar makin banyak anak muda yang tertarik di bidang peternakan.” ucap Visista yang awalnya memilih jurusan petermakan karena ingin menjadi PNS.

Anehnya, kini Ia justru tampak sangat menikmati pekerjaan membantu para peternak yang mengalami kesulitan. Ia tak tega melihat kesulitan yang dihadapi oleh para peternak yang setiap hari harus menghabiskan  waktu sekitar 3-4 jam hanya untuk mencari rumput. Padahal beternak tidak hanya membutuhkan pakan, namun juga perawatan kandang, menangani penyakit, hingga memandikan ternak.

Jika waktu pemberian pakan bisa dipangkas menjadi lebih efektif dan efisien, maka para peternak bisa memanfaatkan waktu untuk melakukan kegiatan lain, bahkan mencari tambahan penghasilan. Dengan begitu, para peternak bisa mengembangkan diri serta memperbaiki kondisi ekonomi keluarga.

“Kalau tiap hari ngarit kan capek. Setiap hari kita habiskan waktu. Jadi kalau misalnya kita bisa satu hari buat pakan yang banyak untuk satu bulan, artinya kita sudah smart. Kerjanya sudah lebih cerdas daripada sebelumnya,” ungkapnya.

Visista dan kawan-kawannya lantas bereksperiman membuat pakan alternatif sebagai pengganti rumput untuk meringankan pekerjaan para peternak. Melihat potensi limbah tebu dan jagung dari pabrik sekitar, mereka berinisiatif mengolahnya menjadi pakan fermentasi untuk ternak ayam, kambing dan sapi milik warga.

Awalnya formula pakan fermentasi yang mereka buat tak langsung berhasil. Percobaan demi percobaan mereka lakukan demi mendapatkan formulasi terbaik. Pada percobaan pertama, limbah yang mereka fermentasi membusuk dan justru menjadi sarang belatung! Usut punya usut, ternyata mereka terlalu banyak menambahkan air, sehingga bahan pakan menjadi rusak.

Setelah berkonsultasi dengan penyuluh peternakan setempat, akhirnya sekelompok pemuda itu mendapatkan formula pakan fermentasi yang tepat dari limbah tebu dan jagung. Pakan fermentasi ini mereka namai dengan ‘Siambu’ (Fermentasi Ampas Tebu) dan ‘Sikatup’ (Fermentasi Tongkol Jagung).

Formula pakan fermentasi ini disambut hangat oleh masyarakat sekitar dan menjadi pakan alternatif yang mereka gunakan hingga saat ini. Selain mudah dibuat dan lebih efisien, pakan alternatif menjadikan kandang ternak tidak berbau seperti pada umumnya.

“Dengan adanya pakan ternak fermentasi, pekerjaan peternak yang dahulu dianggap kotor, bau, dan melelahkan sekarang jadi lebih mudah dan bahkan menguntungkan,” ujar Visista.

Pengabdian Untuk Kampung Halaman


Visista menjual hasil ternak kambingnya untuk aqiqah dan qurban di Shabaz Farm (instagram.com/@shabazfarm)

Berbekal kesuksesannya mengembangkan pakan ternak fermentasi di Pasuruan, Visista optimis dapat memajukan peternakan di kampung halaman. Tahun 2019 Ia lalu pulang ke Lahat, Sumatera Selatan. Sembari bekerja di salah satu perusahaan swasta, Ia mulai merintis usaha peternakan kambing miliknya yang diberi nama ‘Shabaz Farm’.

Disana Ia kembali bereksperimen untuk membuat formula pakan ternak fermentasi yang cocok diberikan untuk ternak. Pertama-tama, Ia menerapkan formulasinya pada usaha peternakan miliknya sendiri. Kemudian perlahan-lahan Ia juga mengenalkan formulasinya pada para peternak di sekitarnya.

Pertengahan tahun 2020, Visista kemudian diangkat menjadi penyuluh pertanian Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura & Peternakan Kabupaten Lahat. Ia mendapatkan tugas khusus dari Gubernur Sumatera Selatan untuk membina, memonitoring, mengevaluasi, serta melakukan pendataan terhadap ternak-ternak di Kabupaten Lahat, termasuk mengenalkan pakan ternak fermentasi untuk ternak ayam, kambing, dan sapi.

Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya. Ternyata keadaan alam dan sosial di kampungnya berbeda dengan saat Ia berada di Jawa. Disini, Ia cukup kesulitan mencari bahan baku pembuatan pakan fermentasi karena jarang terdapat pabrik besar. Tak habis akal, Ia lantas memanfaatkan limbah kopi yang banyak tersedia di Kabupaten Lahat.

“Iklim kita di Sumsel itu lumayan butuh kerja keras, terutama karena keterbatasan bahan-bahan itu tadi. Yang paling banyak sih paling limbah-limbah pertanian seperti bekatul, ampas tahu, limbah kopi. Nah sekarang makannya yang diunggulin itu limbah kopinya. Selama ini masyarakat Kabupaten Lahat belum secara maksimal memanfaakan limbah kopi,” ungkapnya.

Visista dan peternak Desa Karang Agung sedang mengolah limbah kopi dan dedak untuk dijadikan pakan ternak fermentasi (Dokumentasi pribadi/Visista P. Ashadi)

Limbah kopi yang biasanya hanya ditumpuk di penggilingan mesin, diambil oleh Visista lalu dicampurkan dengan bahan pakan lokal lainnya, seperti dedak padi, jagung, dan ampas tahu. Dengan proses fermentasi anaerob, Ia berharap nilai nutrisi pakan yang diformulasi akan meningkat dan disukai oleh ternak.

“Fermentasi sangat mudah dan sederhana jika dicerna oleh ternak,” ujarnya ketika menjelaskan keunggulan pakan ternak fermentasi dari limbah kopi.

Selain bahan baku yang cukup sulit ditemukan, belum adanya pilot project yang bisa menjadi contoh keberhasilan pakan ternak fermentasi di Kabupaten Lahat menjadikan tantangan tersendiri untuk meyakinkan para peternak agar beralih dari sistem ngarit ke pakan ternak fermentasi.

“Kalau di Jawa kan mau tiap hari kunjungan, mau tiap hari kasih tau ke temen-temen itu nyambung. Cuman kalau disini kita harus ambil momen-momen tertentu supaya nyambung sama produk yang mau kita kasih. Terkadang kan kalau disini mesti ada hasil dulu biar percaya,” ungkapnya.

Di kampungnya, para peternak baru mencari pakan ternak alternatif ketika mendekati Hari Raya Idul Adha. Hal ini dikarenakan mereka mulai fokus pada penggemukan ternak agar bisa dijual sesuai standar bobot minimal hewan qurban.

“Kalau kita mau kejar bobot nih, penggemukan, harus ada tambahan lagi khusus di formula pakannya,” ucapnya.

Menurut Visista, memberi pakan hewan ternak itu sama seperti manusia. Jika manusia memakan nasi dengan lauk sayur ubi, itu tidak lebih baik dibandingkan dengan ketika makan dengan lauk sayur ubi, telur, dan dendeng. Begitupula pakan hewan, semakin banyak jenis bahan yang dicampurkan untuk pakan, maka semakin baik nutrisi yang dapat diserap oleh hewan.

Pakan ternak fermentasi memang terbukti memiliki nutrisi yang lebih baik sehingga dapat menggemukkan kambing dan sapi. Jika hanya diberi pakan rumput, penambahan bobot ternak hanya sekitar 0,7-0,8kg/hari. Namun, dengan pemberian pakan ternak fermentasi, bobot ternak bisa bertambah hingga 1kg/hari. Pada saat-saat seperti inilah, Visista lebih gencar mensosialisasikan pakan ternak fermentasi disela-sela obrolan ringan dengan para peternak.

“Kita kan sering sharing-sharing dengan peternak lain. Kebetulan saya buka jasa aqiqah dan qurban.  Kadang-kadang kita kan ketemu tuh, kalau misalnya mereka beli stok  terus masih ada sisa waktu qurban satu bulan lagi. Nah, kita mulai masuk disitu,” jelasnya.

Meskipun pakan fermentasi sebenarnya bukanlah hal baru yang didengar oleh peternak, namun masih jarang yang mengaplikasikannya karena keterbatasan pengetahuan. Kebanyakan peternak yang ingin membuat pakan ternak fermentasi hanya berbekal video tutorial di YouTube atau informasi yang setengah-setengah. Akhirnya mereka gagal saat mencoba membuat pakan ternak fermentasi.

Untuk memberikan contoh pembuatan pakan ternak fermentasi dengan formula dan cara yang tepat, Visista memberikan pelatihan pembuatan pakan ternak fermentasi langsung kepada para peternak. Namun usahanya tak selalu berjalan mulus. Ada saja kendala-kendala yang dihadapi di lapangan, seperti konsistensi peternak, sulitnya mencari bahan baku, serta keadaan ekonomi dan mindset para peternak.

“Sudah berapa kali kita coba praktikkan, nanti banyak kendala. ‘Oh ini bahannya ngga ada, oh ini ada sewaktu-waktu sulit kalau mau beli’. Akhirnya kita telusuri, oh ternyata memang kemampuan mereka secara ekonominya nggak mampu nih. Atau kadang-kadang bahannya putus, tiba-tiba panen serentak, orang pada belum panen, akhirnya kan salah satu bahan yang dicampurin tadi akhirnya nggak ada di pengepul yang jualan,” ujar Visista.

Saat ini, sudah ada tiga desa yang mencoba menerapkan pakan ternak fermentasi, diantaranya adalah Kelurahan Pasar Lama, Desa Karang Agung dan Desa Tanjung Pinang. Rencananya, Ia juga akan membina peternak di Desa Lematang Jaya dan Desa Cempaka Wangi.

“Kalau sekarang baru ada tiga desa yang memang sudah ikut membuat pakan ternak fermentasi. Tapi memang masih belum konsisten. Kadang-kadang kalau kita nggak monitor masih pakai pakan alam. Jadi kita nggak bisa mastiin impact pakan ternak yang kita bikin,” ungkapnya.

Merajut Jaring-Jaring Inovasi

Para peternak menunjukkan hasil pakan ternak fermentasi yang telah mereka buat (Dokumentasi pribadi/Visista P. Ashadi)

Banyaknya kendala yang dialami oleh peternak saat membuat pakan ternak fermentasi secara mandiri tak lantas membuat Visista putus asa. Ia kemudian berpikir dan mencari solusi agar peternak bisa lebih mudah mendapatkan pakan ternak fermentasi. Salah satunya yaitu dengan mengubah strategi dari pendampingan menjadi ke arah bisnis.

“Sebenarnya kalau yang sifatnya alternatif-alternatif itu sudah banyak dilakukan oleh praktisi-praktisi. Tinggal bagaimana membangun kesadaran peternak, mau nggak belajar dan ikut berinovasi,” ujar Visista.

Selama ini para peternak memang belum menyadari keuntungan ekonomis pakan ternak fermentasi. Mereka masih menganggap pakan ternak fermentasi tidak terlalu menguntungkan karena harus mengeluarkan uang. Namun mereka tidak sadar bahwa sistem ngarit-pun memiliki risiko yang seringkali tidak terhitung, misalnya seperti kehilangan motor, waktu, serta kesempatan mendapatkan penghasilan lain. Oleh karena itu, strategi yang ingin Ia lakukan selanjutnya adalah dengan mengkomersilkan pakan ternak fermentasi hasil formulasinya.

“Kita pengen ada nilai jualnya dulu dari pakan yang kita olah, kayak analisis bahan pakannya, pengemasan bahannya, sama memang bener-bener ada penyesuaian harga,” jelasnya.

Menurut Visista, ketika para peternak mengetahui nilai jual dan keuntungan ekonomis dari pakan ternak fermentasi yang mereka olah, maka lambat laun mereka bisa beralih dari pakan alami ke pakan ternak fermentasi. Nantinya, Ia ingin agar para peternak mendapatkan supply pakan ternak fermentasi, kemudian baru membayar setelah pakan habis.

“Memang harus komersil dan produksinya banyak. Ini pengen kita buat, peternak memakai dulu bahan kemudian satu bulan kemudian mereka bayar yang habis. Mereka intinya dapet dulu supply, baru ditagihkan,” jelasnya.

Ia ingin mengkomersilkan pakan ternak fermentasi karena sistem pembuatan secara mandiri lebih banyak menghadapi kendala daripada pembuatan secara massal.

“Pembuatannya kalau selama ini mandiri, mereka mencari sendiri bahan yang udah diajarin, ternyata nggak berhasil. Terkadang cuma sekali bikin, males mau bikin, terus kita udah inisiasi harus nyediain bahan segini-segini ternyata nggak di laksanain. Akhirnya mereka balik lagi ke cara yang lama,” ungkapnya.

Visista menyadari bahwa dalam membangun inovasi pakan ternak fermentasi ini Ia tidak dapat melakukannya sendiri. Perlu adanya kerjasama dengan berbagai pihak agar pengembangan produk menjadi lebih masif dan dirasakan manfaatnya oleh orang banyak. Oleh karena itu, Ia mulai menjalin relasi dengan berbagai pihak, diantaranya pemerintah, swasta, serta kelompok masyarakat.

“Sekarang kita lagi membangun relasi dan mengembangkan produk ini supaya bisa komersil. Jadi, jalurnya udah bukan pendampingan tapi sudah skala bisnis,” ucapnya.

Kegigihan Visista dalam mengenalkan pakan ternak fermentasi menjadikannya terpilih sebagai penerima anugerah SATU Indonesia Award 2021 Tingkat Provinsi. Program Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Award merupakan penghargaan yang diberikan oleh PT Astra Internasional Tbk kepada para pemuda Indonesia yang telah berkontribusi membangun Indonesia.

Ketua DPRD Kabupaten Lahat, Fitrizal Homizi, ST., M.Si. menyerahkan piagam penghargaan SATU Indonesia Awards 2021 Tingkat Provinsi kepada Visista Pratama Ashadi (instagram.com/@visista.pratama)

Apresiasi yang diterimanya tersebut lantas membuat Visista memiliki lebih banyak jaringan untuk mengenalkan pakan ternak fermentasi dari limbah kopi. Satu persatu kelompok ternak meminta Visista untuk mendampingi mereka dalam pembuatan pakan ternak fermentasi. Alhasil, dengan pemberdayaan yang selama ini dilakukannya, Visista berhasil menjadikan para peternak di kampung halamannya lebih sadar inovasi.

Melihat potensi peluang pengembangan pakan fermentasi limbah kopi yang diformulasi oleh Visista, pada 2022 Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Provinsi Sumatera Selatan memberikan fasilitas untuk menganalisis bahan pakan ternak fermentasi serta pengembangan produk ke arah komersil. Hal ini dikarenakan kegiatan pemberdayaan yang dilakukan oleh Visista sejalan dengan visi Gubernur Sumatera Selatan untuk menjadikan Sumatera Selatan mandiri pangan.
Visista menjadi narasumber podcast 'One Day One Innovation' Balitbangda Sumatera Selatan (Tangkapan layar youtube.com/One Day One Innovation)

“Tetap harus kita kembangkan lebih lanjut, karena kan yang namanya bahan pakan ternak kan ada unsur-unsur yang dapat kita penuhi agar mendapatkan ternak yang sehat dan memiliki daging yang banyak,” ujar Dericha Risanty, S.Si dalam channel YouTube One Day One Innovation.

Dengan kerjasama bersama Balitbangda Provinsi Sumatera Selatan, impian Visista untuk memasifkan produk pakan ternak fermentasi dari kulit kopi semakin dekat terlihat. Kini Ia sedang membuat perencanaan agar pakan ternak yang dihasilkan dapat terjangkau dan bermanfaat bagi banyak peternak.

“Saat ini memang belum komersil, tapi kita sudah coba untuk meramu dengan harga yang terjangkau untuk peternak dan dari bahan yang selama ini dibuang, harapan kita produk ini bisa kita komersilkan, kita produksi banyak, dan bisa dimanfaatkan oleh program-program yang diluncurkan oleh Bupati Lahat atau Gubernur Sumatera Selatan,” ungkap Visista.

Selain bekerjasama dengan swasta dan pemerintah, Ia juga aktif berbagi serta membangun relasi dengan berbagai kelompok masyarakat melalui Rumah Bersama, Rumah Kreatif Sriwijaya, dan Kwartir Cabang Gerakan Pramuka Lahat. Ketiga tempat ini merupakan wadah bagi para pemuda untuk mengasah keterampilan dan berinovasi serta berbagi pengalaman. Harapannya, dengan sering berbagi bersama orang lain, maka semangat baru akan selalu ada meskipun banyak rintangan yang menghadang.
Visista bersama Rumah Kreatif Sriwijaya memberikan pelatihan budidaya domba kepada masyarakat Desa Banjar Sari, Sirah Pulau, Prabumenang, dan Gunung Kembang (Dokumentasi Pribadi/Visista P. Ashadi)

“Pak Presiden mengatakan bahwa di tahun-tahun mendatang akan ada masa-masa yang sulit, jadi yuk kita hadapi bareng-bareng masa yang akan sulit ini, kalau nggak berinovasi mau gimana lagi? Kalau kita mengandalkan cara yang lama akhirnya kita kebawa arus aja!” kata Visista untuk menginspirasi masyarakat Indonesia.

Komentar